Part 2: Backpackeran ke Solo! Naik Kereta Api dengan Penerapan New Normal Pasca Pandemi Covid-19

 

Session 2: Naik Kereta Api (tutt..tuttt….) ke SOLO! Kali ini berbeda, karena ada beberapa Regulasi Untuk Naik Kereta Api di Masa Pandemi Covid-19.

 

Waktu keberangkatan pukul 06.30 WIB dari Pasar Senen dan tiba pukul 15.52 WIB di Purwosari, Solo. I’m so excited! Masya Allah, akhirnya impianku ke Solo setelah bertahun-tahun lamanya terwujud. Mood aku baik sekali, walau keadaan kereta api tidak begitu sesuai ekspektasi (karena ada harga ada barang haha). Selama perjalanan aku sangat menikmati setiap detiknya. Bahkan dengan jarak tempuh hampir 10 jam tidak melelahkanku sama sekali bahkan aku tidak tidur. Kereta api sendiri sejak di ruang tunggu sudah menerapkan protokol kesehatan dengan baik. 1 jam sebelum keberangkatan penumpang sudah bisa berbaris untuk menuju masuk kereta api, namun syarat administratif harus lengkap. Penumpang juga wajib memakai masker. Antrian pun dilengkapi dengan garis pembatas agar penumpang bisa menerapkan kebijakan jaga jarak. Setiap security yang bertugas siap untuk mengecek validnya tiket kereta, identitas diri (KTP), dan surat keterangan Rapid Test hasil Non-Reactif. Pengecekan suhu tubuh tidak melebihi 37,3 derajat juga dilakukan. 

 





Setelah itu, masuk ke loket selanjutnya yaitu screening e-ticket kereta dan diberikan Face Shield secara gratis dan semua penumpang wajib menggunakan Face Shield tersebut selama perjalanan. Selanjutnya, masuk ke gerbong kereta yang dituju. 



Gerbong kereta yang aku tempati adalah gerbong 9 (gerbong terakhir) dengan seat 19B. Susunan kursi kereta sendiri adalah 3-2 (A/B/C – D/E) dengan menghadap depan belakang. Kondisi kursi cukup pipih dengan busa yang sangat sedikit dan kursinya tidak bisa di reclined alias sangat tegak dan sejujurnya aku teringat ketika duduk di jumpseat pesawat. Kondisi kursi pesawat untuk awak kabin di bagian galley (dapur) juga sama fikirku dan setidaknya aku sudah terlatih bahkan untuk tidur di kursi setegak ini hahaha.



Secara normal, satu gerbong bisa ditumpangi oleh 106 penumpang. Kereta api sendiri membuat kebijakan social distancing ditandai dengan adanya tanda silang di beberapa kursi. Beberapa? Ya! Hanya beberapa. Jadi bagi di kursi yang tidak ditandai tanda silang, maka di sebelahnya boleh ditempatin oleh penumpang lainnya. Loh kok gitu? Lah kok marah? *lagu kali ah.. Jadi kereta api sendiri membatasi jumlah penumpangnya sebesar 70% dari jumlah kapasitas normal, sehingga masih akan adanya penumpang yang duduknya masih dempet-dempetan alias berdekatan tanpa jarak. Loh? Pemerintah bukannya udah netapin social distancing di semua transportasi seperti pesawat atau kereta api yang rilis untuk berangkat? Jangan panik, sebagai orang yang duduk dikursi B dan kondisinya di kursi A serta kursi C ada orangnya, maka saya protes sedemikian rupa pula kepada pihak yang bertanggungjawab. Akhirnya saya berkoordinasi dengan kondektur yang bertugas mengenai hal ini dan beliau mengatakan “Baik, mohon maaf atas ketidaknyamanannya. Dikarenakan untuk saat ini okupansi maksimal yang diberikan adalah 70%, maka dari itu ada kemungkinan 20% dari jumlah penumpang yang tidak bisa maksimal untuk menjaga jarak. Okupansi 70% sudah mendapatkan restu dan sudah dikaji oleh departemen perhubungan dan kesehatan. Maka dari itu, agar penumpang kereta api tetap merasa nyaman, pihak kereta api memberikan secara cuma-cuma face shield dan selalu menghimbau agar setiap penumpang menggunakan masker, dan juga baju lengan Panjang dan kami melakukan pengecekan suhu tubuh secara berkala kepada penumpang di atas kereta. Kami mohon maaf apabila ibu merasa kurang nyaman”. Begitulah penjelasan bapak Kondektur yang bertugas. Jadi begitu saudara-saudara, jangan panik jika kalian harus tetap duduk empet-empetan karena hal ini juga sudah disetujui departemen kesehatan dan perhubungan. Itu juga alas an kenapa semua penumpang KA jarak jauh diberikan face shield -- gratisan.


jumlah penumpang yang tertera di setiap gerbong   


Karena merasa kurang nyaman, dan atas arahan dari kondektur yang bertugas, aku duduk di kursi kosong yaitu kursi 23D/E berhadapan dengan kursi 24D/E. Lebih baik bagiku bisa social distancing di kursi ini. Bukannya parno, hanya saja tau diri, bukankah mencegah lebih baik dari mengobati? Selama perjalanan, aku sangat menikmati perjalanan yang dipenuhi pemandangan hijau sawah. Sesekali lewatin jembatan yang dibawahnya sungai juga masuk terowongan. Ada beberapa kali berhenti di stasiun transit dan aku antusias melihat peta dimana lokasi ku sekarang. Kebiasaan ku sedari dulu adalah, ketika bepergian jauh selalu melihat map di HP dan melihat sudah seberapa jauh aku dari “rumah”. Walau sudah menginjakkan kaki sampai ke Tanah Papua, namun aku tetap kagum ketika aku keluar dari “rumah asalku”. Rasa-rasanya ketika melihat peta hatiku berteriak “Wah, sudah sampai di Cirebon, Jawa Barat.. oh ini toh Cirebon. Wah sudah sampai di Kebumen, Jawa Tengah, ini toh Kebumen.. (Padahal hanya di Stasiunnya hahaha)” dan selalu seperti itu walau kurun waktu 4 tahun ini pekerjaanku mengelilingi nusantara bahkan sampai ke Chennai, India atau pun Perth, Australia, tetap sama memandang takjub map dan melihat betapa jauhnya aku dari rumah. Hahahaha dasar si Intan!

 




Selama perjalanan, penumpang di depan aku adalah seorang bapak-bapak paruh baya. Hampir di setiap pemberhentian ia selalu di telfon keluarga dan videocall dengan anak-anaknya. Bapak ini juga kelihatannya sopan. Seneng ya kalua punya partner seat yang anteng gitu, jadi ga berasa panjang perjalanannya. Kalau dapat partner yang rese, pasti perjalanan 1 jam saja sudah beras 10 jam lamanya, ada yang setuja dengan saya? Wkwk. Aku sama sekali tidak ngobrol sama bapak ini karena terlihat selama perjalanan bapak ini cukup lelah dan beberapa kali tertidur. Killing time aku adalah dengan menikmati pemandangan, main game di HP atau nonton video Jodha Akbat di HPku. Iya aku suka banget sama serial Jodha Akbar, kisah pencetus Taj Mahal India itu loh.. haha bukan promote, *peace. Ketika sampai di Stasiun Lempuyangan Jogja, bapak ini bersiap-siap. Oh ternyata bapak ini wong sini toh, fikirku.. terdengar percakapan dia saat videocall, anaknya bertanya “Bapak kapan tiba dirumah?”. Kereta berhenti dan mempersilahkan penumpang turun, bapak ini turun dan sebelumnya dia “pamit” dengan saya “diluan ya mbak” sambil mengangguk. “Iya pak” sambil mengangguk balasku. Aku juga melihat beberapa penumpang yang turun dan beberapa dari mereka mengangguk denganku. Sejujurnya, aku sangat tersentuh dengan gesture yang seperti ini. Aku tidak kenal mereka, namun mereka bersikap sangat sopan bahkan dengan orang yang tidak dikenalnya. Inilah artinya, respect is important.

 


Ngomong-ngomong ini sudah sampai Jogja, berarti engga lama lagi bakal sampe Solo. Perjalanan dari Jogja ke Solo membutuhkan waktu sekitar 1 jam. Aku pun bersiap-siap, memastikan semua barang sudah ready dan tidak ada yang ketinggalan, walaupun Cuma bawa ransel :D





Akhirnya, kereta ku berlabuh di Solo. Aku memasang sumringah tatkala melihat map, dan yap aku benar benar sudah di Solo. Turun dari kereta, aku pandang satu per satu sudut kereta dan stasiun. Mood ku sangat baik. Jika tidak memakai masker, ku rasa satu stasiun bakal melihat senyum manisku, ahay! Ohya, jangan khawatir, stasiun nya sangat dekat dari pusat kota. Setibanya di area kedatangan, aku disambut oleh para driver yang mangkal di stasiun baik mobil atau motor, aku engga tau mereka dari aliansi apa pribadi atau emang resmi stasiun. Karena aku pribadi orangnya mau yang pasti-pasti aja apalagi dengan urusan harga dan kualitas :D So, karena aku hanya sendiri dan hanya membawa ransel, akhirnya aku pesen ojek online motor deh..





** to be continued...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jenjang Karir Pramugari: Apa saja sih Jenjang Karir di Dunia Pramugari?

Cerita Seorang Casis: Tahapan Tes Masuk Brigadir Polri

Rekrutmen Emirates Airlines Cabin Crew